Selasa, 27 Agustus 2013

Ki Soenarjo - Wayangan Lakon "Anak Polah, Bapa Kepradah"


PAGELARAN WAYANG KULIT

LAKON :
ANAK POLAH, BAPA KEPRADAH

ALUN-ALUN BERBEK - KEC. BERBEK - KAB. NGANJUK
24 AGUSTUS 2013


Ki Soenarjo - Pakeliran

Pagelaran wayang kulit ini dihadiri kurang lebih 7.000 penonton yang memadati “Alun-Alun Berbek” dari berbagai penjuru wilayah di Kabupaten Nganjuk, sehingga untuk berjalan saja sangat susah. Tentu hal ini sangat menggembirakan karena merupakan sebuah jumlah yang sangat besar dan sangat sulit ditemui untuk pertunjukan wayang kulit. Hal ini dibenarkan oleh beberapa penonton, bahwa baru kali ini ada pertunjukan wayang kulit sebesar ini di Berbek.

Melihat animo masyarakat yang luar biasa ini, memompa semangat Ki Soenarjo ( Dalang ) untuk menampilkan pertunjukan terbaiknya.


Ada 3 ( tiga ) unsur wajib dalam pertunjukan wayang kulit :

Tuntunan (berisi petuah-petuah jawa untuk hidup bermasyarakat yang baik)

Tontonan (pertunjukan seni budaya yang santun dan beradab – jauh dari kerusuhan)

Tatanan (melestarikan budaya bangsa)

Tampaknya Ki Soenarjo berhasil mengkolaborasi ketiga unsur tersebut, sehingga penonton tertib, tidak beranjak sampai akhir pertunjukan dan mereka menyatakan puas.


Disisi lain ternyata pertunjukan wayang kali ini membawa manfaat ekonomi yang baik pula, hal ini dirasakan oleh hampir semua PKL (pedagang kaki lima) yang juga memadati area disekitar Alun-Alun, rata-rata mereka menikmati peningkatan omzet penjualan sebesar 300 %.


Melihat kenyataan ini, sepertinya UNESCO sudah tepat memberi pengakuan bahwa wayang kulit merupakan warisan dunia yang berasal dari Indonesia pada 7 November 2003.


Sebagai pewaris, mari kita semua menjaga dan melestarikan Budaya Adiluhung ini.


Alun-Alun Berbek saat ini adalah lapangan Kecamatan Berbek – Kabupaten Nganjuk, disebut Alun-Alun karena zaman dahulu (sebelum Belanda) Berbek merupakan Ibukota Kabupaten dan lapangan tersebut merupakan Alun-Alun Kabupaten. Setelah Belanda masuk maka dibuatkanlah Alun-Alun baru dikota Nganjuk, sekaligus menjadi Ibukota Kabupaten Nganjuk sampai sekarang.

Senin, 26 Agustus 2013

Ki Soenarjo - Pagelaran Wayang Kulit

Pagelaran Wayang Kulit yang diselenggarakan di Alun-Alun BERBEK - Kecamatan Berbek - Kabupaten NGANJUK ini menampilkan Lakon : ANAK POLAH, BAPA KEPRADAH







ANAK POLAH, BAPA KEPRADAH

Peribahasa jawa yaitu "Anak polah bapa kepradah", mengandung arti bahwa apapun yang dilakukan si anak, pasti imbasnya tetap ke orang tua yang akan menanggung, hal itu terlepas dari perbuatan baik atau perbuatan buruk

Contoh :
Ada anak yang suka mengambil milik orang lain sedang tertangkap basah mengambil uang milik tetangga sebelahnya. Setelah tertangkap pasti orang-orang menayakan anak siapa? tinggal dimana? dalam kontek ini mungkin si orang tua dari si anak tadi tidak pernah menyuruh bahkan mengajarkan kepada anaknya untuk mengambil barang yang bukan miliknya (dalam kontek ini uang), tetapi orang tua pun pasti akan terkena imbas dari masalah ini, orang bahkan ikut-ikutan menyalahkan si orang tuanya juga, dikira si orang tua tidak bisa mendidik anak sehingga berperilaku kurang baik di masyarakat.

Bahwa mental si anak terdidik bukan hanya dari dalam keluarga saja tetapi mental si anak dapat terbentuk dari lingkungan ia tinggal, dari teman bergaul, dan juga dari keadaan.

Apapun alasannya, (selalu) belum terlambat untuk memperbaiki diri. Pendidikan anak selalu dimulai dari pendidikan dalam keluarga (baca: diri sang orangtua), baik itu pendidikan agama, tata krama dan lain-lainnya.


Ki Soenarjo bersama Bapak Rasiyo ( Plt. Gubernur Jatim )


  Ki Soenarjo - Jejer


 Para Sinden Terkenal


 Ki Soenarjo - Goro-Goro


Ki Soenarjo - The Shadow


Minggu, 11 Agustus 2013

Ki Soenarjo - Pagelaran Wayang Kulit

Pagelaran Wayang Kulit yang diselenggarakan di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur ini menampilkan Lakon : BATHOK BOLU isi MADU.




 "BATHOK BOLU isi MADU"
 
Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti tempurung bolu (bolongane telu) berisi madu.
Batok adalah istilah Jawa untuk menamai tempurung kelapa. Pada masa lalu tempurung kelapa sering digunakan untuk membuat berbagai perkakas, terutama perkakas dapur. Entah itu untuk dibuat irus (sendok sayur), siwur (gayung air), beruk (alat untuk menakar beras), mangkuk, maupun celengan. Pendeknya, batok digunakan untuk membuat alat yang fungsinya lebih pada menampung, mewadahi, atau menciduk.
Dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya, alat-alat yang terbuat dari batok merupakan alat-alat yang dianggap biasa atau sederhana. Lain halnya dengan alat-alat yang terbuat dari logam. Melamin, plastik, maupun keramik. Alat-alat yang disebut terakhir ini dianggap merupakan alat-alat yang lebih berkelas sosial tinggi atau bergengsi. Batok bolu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa diartikan sebagai batok yang bolong telu (bermata tiga), sebab pada kenyataannya hampir semua batok atau tempurung kelapa memang memiliki tiga titik (lekukan sebesar kelereng) di bagian pangkalnya.
Pepatah Jawa di atas terbentuk atas rangkaian kata yang mengandung makna berkebalikan. Logikanya, batok tidaklah mungkin digunakan untuk menyimpan barang mewah atau barang berharga. Mustahil juga digunakan untuk menyimpan madu. Jadi, jika ada batok berisi madu, hal itu adalah kekecualian yang dalam bahasa Jawa disebut nyolong pethek.
Batok bolu isi madu secara luas ingin menyatakan bahwa orang yang kelihatannya sederhana atau biasa-biasa saja tetapi ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa atau kaya akan segala pengetahuan dan keterampilan. Dapat juga terjadi bahwa orang yang buruk rupa serta berpenampilan apa adanya tetapi tingkah laku dan budi pekertinya sangat mulia. Inilah yang disebut dengan batok bolu isi madu.

Ki Soenarjo bersalaman dengan Pakde Karwo ( Gubernur Jawa Timur )

Ki Soenarjo